[Fanfic Dragon Nest] CATATAN SEJARAH YANG HILANG

ASSASIN'S LIFE : THE BEST STORY 


I.PERBINCANGAN ANTAR LELAKI
Desert Dragon telah bangkit dari tidur panjangnya, menyebabkan kekacauan di seluruh benua Verathea. Badai pasir melanda seluruh wilayah termasuk Saint Heaven seakan tidak mau berhenti sebelum merubah semua daratan menjadi gurun pasir. Seratus prajurit terbaik dari Saint Heaven diutus King Cassius untuk memburu Desert Dragon bersama dengan tujuh Adventurer terpilih sebagai pemimpin mereka. Airship raksasa dilengkapi dengan pelindung sihir untuk menerobos badai pun sudah diberangkatkan.
Disinilah aku sekarang, berada di dalam kabin khusus untuk para adventurer di dalam Airship tersebut. Kabin yang cukup luas dengan dekorasi seperti bar yang menjadi langgananku di Saint Heavent. Kami seharusnya membicarakan strategi untuk menghadapi para penjaga sarang Desert Dragon tapi Cleric Ryota yang menjadi pemimpin kami terlihat menikmati obrolan santai bersama Sorcerress Tyfani di sudut kabin, Thingkerer Yuna yang duduk di meja yan bersebelahan dengan kami sibuk mengutak-atik peralatannya sementara Dancer Kuria tidur dengan kedua tangannya sebagai bantal di meja yang sama dengan Yuna. Kami semua sedang menunggu Archer Qeelua yang sedari tadi merasa tidak enak badan dan sedang memeriksakan diri ke petugas medis. Dan aku terpaksa mendengarkan ocehan sahabatku, Warrior Ixanagi yang duduk bersebelahan denganku. Entah kenapa sedaritadi aku diceramahi tentang bagaimana seorang laki-laki harus tetap cool dan cepat move on atau bagaimana cara agar aku cepat melupakan Lunaria. Mungkin karena tadi aku sempat melamun sehingga dia salah mengira aku sedang galau memikirkan kenangan saat masih bertualang bersama Lunaria. Walau pun sudah mencoba meyakinkan dia kalau aku sudah menerima kepergian Lunaria, tetap saja aku dihujani wejangan yang mulai membuat jengkel, sepertinya aku memang harus sedikit kejam.
“Baiklah Nagi, sudah cukup, aku mengerti, kamu memang dokter cinta yang hebat. Tapi aku lebih penasaran, sudah kamu apakan Qeelua hingga dia menjadi seperti itu?? Dia bilang merasa mual dan sempat muntah saat aku tanyai tadi, apa yang sudah kamu lakukan padanya???”. Pertanyaan yang kuiringi dengan senyum licik dan tatapan curiga yang langsung diresponnya dengan menunjukan bahwa dirinya adalah laki-laki yang bertanggung jawab dan menghormati Qeelua sebagai seorang gadis dengan lagak yang sedikit konyol membatku tertawa. Hal ini mengingatkanku momen saat dia bercerita kalau Qeelua membalas perasaannya di tengah sebuah misi, saking gembiranya bisa menjalin hubungan dengan seorang gadis untuk pertama kali sampai-sampai semua monster dibantainya sendirian. Aku sedikit khawatir padanya jadi kuubah topik pembicaraan menjadi lebih serius. Kuingatkan dia bahwa Qeelua adalah seorang elf yang siklus hidupnya jauh lebih panjang ketimbang manusia, dan tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat dia akan menjadi Ratu dari Anu Arendel. Cepat atau lambat waktu akan memisahkan mereka, dan aku mengatakn padanya untuk mennyiapkan hati bila semua berjalan tidak lancar dipertengahan seperti yang aku alami dengan Lunaria.
“Sejujurnya menghadapi monster apa pun tidak pernah membuatku gentar, tapi hanya dengan memikirkan hal itu sudah membuat kegelisahan menyelimutiku! Biarlah waktu membawa hubungan kami mengalir, kemana pun arahnya aku harus siap! Lagipula mempunyai kekasih yang selalu awet muda adalah impian setiap lelaki bukan??”.
Sebuah jawaban yang penuh kegelisahan namun terselip optimisme didalamnya, sifat itulah yang paling aku kagumi dari sahabatku ini. Untuk mencegah topik murung percintaan ini berlanjut, aku mengatakan mengenai kekhawatiran yang terus kualami mengenai misi kali ini. Lawan kami kali ini merupakan Naga keturunan Ancient murni yang tentunya jauh lebih kuat dibanding Green Dragon atau pun Sea Dragon yang sudah kami kalahkan. Nagi memberi semangat bahwa semua akan berjalan lancar dan saat kami kembali akan menjadi pujaan para gadis di kota, malah sekarang dia memotivasiku untuk segera memulai pendekatan.
“Tyfani cukup cantik, ditambah kepribadian yang kadang sedingin es, kadang bisa memberi kehangatan hati kurasa bisa membuat waktu serasa terhenti. Atau mungkin Kuria, dengan lekukan tubuh sempurna bak mahakarya Goddes Althea kurasa mengalahkan keseksian Lunaria”. Dia terus mengoceh layaknya sales yang menunjukkan kelebihan masing-masing produk tanpa menyadari Qeelua sudah berdiri sedari tadi di belakangnya. Sebuah pukulan di kepala akhirnya membuat Nagi diam. Pemandangan yang sangat menyenangkan melihat Warior yang selalu menerjang musuhnya tanpa takut dibuat tidak berdaya oleh ekpresi kekesalan Qeelua. Yah harus kuakui dia memang sangat manis saat sedang marah. Tapi sepertinya Nagi punya jurus rahasianya tersendiri dan bisa kulihat sekarang Qeelua sedang tersipu. Sepertinya kekesalannya sudah mereda dan mengajak kami ke meja tempat Ryota dan Tyfani untuk segera memulai rapat strategi. Namun belum sempat aku beranjak dari tempat duduk Thingkerer Yuna menarik bajuku dari belakang.
“Kalau Gauna orangnya mungkin akan aku pertimbangkan”.
Hanya sebaris kalimat yang dia ucapkan dengan tersipu malu lalu pergi ke arah Kuria untuk membangunkannya. Aku hanya terpaku kaget tak tahu bagaimana harus merespon serangan mendadak itu. Bisa kulihat Nagi memegang dagu dan memberikan tatapan curiga yang sangat menyebalkan.
“Apa??! Kami hanya sempat menjalankan misi bersama dan aku membantunya menyelamatkan Velskud, itu saja!”
“Heee?! Aku tidak menyangka Assasin Gauna yang tampan dan gagah ini adalah seorang pedofilia.”
Aku baru mau membalas ledekan Nagi saat kunci inggris melayang dari arah Yuna mengenai kepalanya. Belum sempat dia meringis, Qeelua yang sudah duduk bersama Ryota dan Tyfani kembali ke tempat kami dengan wajah kesal, memukul kepala Nagi, lalu menyeretnya agar rapat bisa segera dimulai. Yah Nagi memang menyebalkan, tapi kurasa itu salah satu daya tarik  yang membuat Qeelua tak bisa jauh darinya.
**
II. PERTEMPURAN YANG PENUH KEJUTAN
Guncangan yang diterima Airship semakin keras, mungkin kami sudah masuk lebih dekat ke tempat Desert Dragon. Entahlah, hanya pasir berterbangan yang terlihat dari atas deck Airship ini. Tapi suara-suara aneh bisa terdengar mengelilingi Airship. Pelindung sihir yang menyelimuti Airship hanya mencegah angin dan pasir masuk tapi tidak untuk monster. Aku, Nagi dan Ryota bersama dua puluh prajurit memutuskan untuk mengawasi keadaan sementara para gadis beristirahat. Firasatku mengatakan bahwa kami akan mendapat serangan, dan seketika suasana berubah menjadi sunyi.
“BERSIAP BERTEMPUR!”.
Teriakan Ryota yang disusul suara memekik keras dari dalam badai pasir memecah kesunyian. Tanpa peringatan sosok monster berwujud manusia setengah ular dengan menggemgam bilah pedang besar di keempat tangannya melompat ke dalam kapal. Aku, Ryota dan Nagi yang berada bagian tengah deck kapal sudah bersiap menyerang, tapi Queen Lamia mulai menggeliat mengelilingi deck menghindari kami dan mengincar prajurit yang lebih lemah seolah sudah merasakan kalau kami bertiga adalah lawan yang tangguh. Gerakannya begitu cepat sehingga tak ada yang bisa kami lakukan untuk menyelamatkan prajurit malang yang menjadi sasaran. Darah sudah membanjiri seluruh deck saat Nagi behasil mencegah Queen Lamia memotong satu prajurit yang tersisa. Prajurit itu segera berlari meminta bantuan ke dalam Kabin sementara Nagi menyibukan Queen Lamia dengan Hacking Stance. Suara dentingan pedang beradu tak terhitung jumlahnya pun terhenti saat serangan Outbreak’ku menghantam Queen Lamia dari samping dan menghempaskannya ke dinding kabin Airship. Kilatan sihir petir Ryota langsung menyambar memberi luka yang lebih serius. Queen Lamia memekik keras sebelum Nagi memenggal kepalanya dengan Tripple Slash. Saat kami mengira pertarungan sudah berakhir, seekor monster melompat langsung ke bagian tengah deck Airship. Death Knight Ahmado, monster berbentuk seperti manusia menjawab pekikan kematian Queen Lamia. Meski hanya berukuran dua kali manusia biasa, guncangan yang dia timbulkan saat mendarat sangat keras menyebabkan kami bertiga terhempas dan menghantam dinding kabin kapal. Dengan sebilah pedang besar, dia kemudian berputar menyebabkan pusaran angin hitam yang menghancurkan benda-benda yang tersedot olehnya. Kami bertiga hampir tertarik saat Robot Alfredo datang dan menahan kami dengan berat tubuhnya.
Aku bisa melihat para gadis dan prajurit keluar menyerbu dari dalam kabin. Qeelua langsung menghampiri Nagi dan menanyakan keadaannya, di sisi satunya Tyfani tersenyum saling tatap dengan Ryota sambil mengulurkan tangan, sementara aku merasa sedikit miris saat dua prajurit berbadan kekarlah yang membantuku berdiri. Tyfani kemudian menggunakan sihir Blizzard Storm yang menghujani pusaran angin itu dan membekukannya perlahan. Ahmado terlihat biru membeku saat pusaran angin hitamnya berhenti, berteriak memanggil bantuan dan seketika monster-monster bawahannya berdatangan. Deck Airship kini menjadi medan pertempuran yang terelakkan. Butuh usaha keras bagi kami bertujuh untuk menjatuhkan Ahmado yang walau sudah terluka masih bisa mengamuk, mengeluarkan jurus mirip Line Drive milik Nagi dan menabrak prajurit dan monster yang ada di lintasannya. Kami terlalu fokus pada Ahmado dan anak buahnya sehingga tidak menyadari Sekawanan Lizardman berhasil menyusup dan menggerogoti pilar penyuplai energi pelindung kapal. Ahmado meregang nyawa setelah Piercing Star menghujam lehernya, namun di saat bersamaan pilar energy sihir pelindung meledak. Airship yang kehilangan pelindung langsung diombang – ambing oleh badai pasir, menyebabkan mesin kelebihan beban dan berhenti berfungsi. Bagian depan Airship kini menukik ke bawah mengisyaratkan kami akan jatuh.
“NAGI, RYOTA, BANTU AKU!!!” Aku berlari sambil berteriak menuju ke ujung depan Airship, mengumpulkan chakra di tanganku sementara Ryota dan Nagi datang dan menahan tubuhku agar tidak terhempas ke luar kapal.
“SEMUANYA BERPEGANGAN!!” Aku menembakan tiga bola Ring of Energy ke depan yang memancarkan aura emas dan menyelimuti Airship sebelu akhirnya mengujam ke daratan.
Matahari bersinar terik menyilaukan saat membuka mata. Aku segera bangkit melihat Airship yang terbakar 100 meter dari tempatku berada. Untuk sesaat aku berpikir dewi fortuna berpihak pada kami karena Airship jatuh tepat di tengah sarang Desert Dragon sampai sesuatu yang sangat besar melompat keluar dari dalam pasir. Rupanya kami jatuh tepat di wilayah yang dijaga Sand Worm hazard, monster cacing raksasa dengan kulit yang sekeras baja. Pemandangan Airship terbakar kini berganti menjadi pemandangan kepanikan para prajurit, dan pemandangan kepanikan berubag menjadi pemandangan pembantaian. Amukan Sand Worm Hazard menelan dan membunuh sebagian besar prajurit yang tersisa sebelum Cleric Ryota berhasil memancing ke arah bangkai Airship dan menipu Sand Worm Hazard untuk menerkam dan menelan mesin Airship yang terbakar dan akhirnya tumbang oleh ledakan di dalam perutnya. Aku bersyukur adeventurer lain berhasil menyelamatkan diri saat Sand Worm menyerang, tapi kami kehilangan banyak prajurit. Hanya 15 orang yang tersisa dari mereka dan semuanya sudah tampak kehilangan harapan. Ryota mengumpulkan kami semua untuk menyembuhkan luka dan mengatur langkah selanjutnya. Aku kagum dengan kuatnya mental para prajurit yang tersisa. Walau banyak rekan mereka telah tewas dan mereka terlihat putus asa, tak ada seorang pun yang berniat melarikan diri-diri. Dan dengan sedikit pidato penyemangat Ryota, kami semua pun memantapkan langkah untuk terus maju ke arah reruntuhan kuil tempat Desert Dragon terkurung.
Kami tiba di sebuah area dengan suhu yang lebih panas dan tanah yang menghitam seperti terbakar. Kesiagaan kami terbayar saat Phantom Flowe Ignius, monster berwujud tanaman pemakan manusia raksasa muncul dari dalam tanah dan langsung menyeburkan magma ke sekelilingnya. Hal tersebut sudah kami antisipasi sehingga semua berhasil menghindar. Ignius mengeluarkan raungan, memunculkan empat replica dirinya yang lebih kecil dari dalam tanah. Pertempuran kali ini terasa lebih mudah karena kami telah siap dengan strategi kami, Ignius yang tidak bisa perpindah tempat pun menjadi bulan-bulanan karena semua serangannya berhasil dihindari. Saat kukira pertempuran akan berakhir, Ignius melakukan usaha terakhirnya dengan mengeluarkan gelombang yang mendorong semua menjauh 100meter darinya. Hanya Kuria yang berhasil menghindari gelombang itu dan dengan tarian cakram yang cepat dan indah, tubuh Ignius pun terpotong, jatuh menggelepar dan berubah menjadi abu.
Para prajurit bersorak riang, berlari menuju ke arah Kuria, melontarkan pujian dan kekaguman akan keindahan tarian pedang tadi. Aku dan adeventurer lain hanya terduduk lega di tempat kami terjatuh oleh dorongan gelombang tadi. Ketenangan yang kurasa melihat Kuria tersenyum sambil tersipu di kejauhan langsung terbuyarkan oleh Nagi yang mendapat pukulan dari Qeelua karena candaannya. Yah, kurasa sedikit canda tawa adalah hadiah yang pantas kami dapatkan untuk strategi kami yang sempurna dalam pertempuran tadi, lagipula ini adalah pertempuran pertama yang tidak memakan korban sejak kami memasuki sarang Desert Dragon. Aku mengangkat kepalan tangan ke udara penuh percaya diri.
“Dengan begini kemenangan pasti ada di tangan kita!”. Mendengar ini Ryota,Tyfani,Yuna,Ixanagi dan Qeelua berkumpul ke arahku dan menyatukan kepalan tangan kami. Saat aku akan memanggil Kuria dan para prajurit untuk bergabung dengan kami, getaran terasa menjalar dari dalam tanah dan petaka itupun terjadi.
Kuria dan semua parjurit yang mengelilinginya terpental oleh sesuatu yang mendobrak keluar dari dalam tanah. Monter seukuran rumah yang terlihat seperti perpaduan antara laba-laba dan kalajengking muncul di hadapan Kuria. Canyon Guardian Abdullah, seharusnya di menjaga area goa gurun pasir yang akan kami tuju setelah ini. Belum hilang keterkejutanku, dinding hijau transparan muncul di radius 50meter dari tempat Abdullah muncul dan mengurung semua prajurit beserta Kuria di dalamnya.
“POISON JAIL!!! KURIA CEPAT DOBRAK KELUAR DARI SITU!!”
Kuria berlari sekuat tenaga menerobos keluar dan langsung terkapar dengan tubuh menghijau oleh racun yang menjalar begitu cepatnya. Sesaat kemudian terlihat ledakan yang memenuhi area dalam poison jail dengan asap hijau pekat. Tyfani, Qeelua dan Yuna tampak shock melihat semua prajurit yang tidak berhasil keluar mengering termakan oleh racun yang sangat ganas. Aku, Ryota dan Ixanagi segera berlari menyelamatkan Kuria sebelum poison jail selanjutnya terbentuk. Pusaran angin kecil datang entah darimana menghantam Nagi dan menghempaskannya cukup jauh. Belum sempat mengetahui apa yang terjadi pusaran angin yang lebih besar datang dari udara menghisap aku dan Ryota ke dalamnya menerbangkan kami menjauh dari Kuria. Aku mencoba berontak keluar tapi angin terus mempermainkan tubuhku dan Ryota. Namun pandangan tajamku masih bisa melihat sosok Kuria mencoba berdiri dan tersenyum seolah mengucapkan selamat tinggal, semakin lama semakin mengecil dan akhirnya tidak terlihat lagi.
***
III. KEMENANGAN YANG TERNODA
Ixanagi hanya bisa berlutut menyaksikan Storm Ruler Zuul, monster penjaga yang menyerupai Singa raksasa bersayap, terbang menjauh sambil mengendalikan pusaran angin yang menjebak Ryota dan Gauna. Tembakan Charged Shoot yang Qeelua lepaskan berhasil mengenai monster itu, membebaskan Gauna dan Ryota tapi jarak mereka terlalu jauh bahkan hampir tidak terlihat secara kasat mata. Nagi melihat ke arah Kuria dengan wajah penuh rasa bersalah, yang hanya dibalasnya dengan senyuman kemudian berjalan tertatih mendekati Canyon Guardian Abdullah dan menghilang dari pandangan tertutup oleh dinding hijau Poison Jail yang kembali terbentuk. Tatapan Nagi menjadi kosong melihat Goddes muncul di area dalam dinding Poison Jail, mengeluarkan amukan terakhirnya sebelum akhirnya menghilang ditelan oleh ledakan racun. Suara petir menggelegar mengalihkan pandangan Nagi ke arah jatuhnya Ryota dan Gauna. Terlihat petir menyambar Storm Ruler Zuul secara membabi buta dari arah tanah diikuti oleh hantaman bola chakra yang meledak keras di tubuhnya. Sebelum tumbang, Monster itu sempat membalas dengan mengeluarkan misile energy yang menghujani tanah menimbulkan ledakan hebat. Tyfani yang terpaku menahan tangis membuat Nagi semakin tenggelam dalam lamunan rasa bersalahnya.
“LIHAT!! ITU KURIA, DIA SELAMAT!” Teriakan Yuna menyadarkan Nagi dari lamunannya. Melihat Yuna yang berlari untuk menyelamatkan Kuria, Nagi segera menangkap tangan Yuna untuk menghentikannya.
“Menyerahlah Yuna! Kamu bisa tertular racun itu, tak ada yang bisa kita lakukan untuk Kuria!” Yuna yang tadinya bersikeras akhirnya berhenti, kakinya menjadi lemas untuk berdiri. Nagi hanya bisa memalingkan wajah melihat Yuna duduk bersimpuh dengan ekspresi kesedihannya. Dalam bola matanya terpantul sosok Kuria yang tengah terbaring di dekat tubuh Canyon Guardian Abdullah yang sudah mati tercabik-cabik. Dia mencoba menggerakan tangannya yang sudah hijau mengering seakan ingin menggapai ke arah Nagi dan Yuna, selama beberapa saat sebelum akhirnya benar-benar berhenti bergerak.
***
Matahari berada pada titik terendahnya pertanda sebentar lagi akan gelap. Nagi memutuskan untuk beristirahat sejenak dan memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Masih ada satu penjaga lagi sebelum dia bisa berhadapan dengan Desert Dragon, tapi sekarang hanya mereka berempat yang tersisa. Para gadis terlihat masih terpukul dengan kejadian tadi jadi dia memutuskan untuk meminta bantuan ke Saint Heaven melalui alat sihir yang diberikan oleh King Cassius. Nagi hendak duduk bersandar saat Qeelua berteriak memecah kesunyian melihat sosok Gauna medekati mereka dari kejauhan. Nagi bangkit merasa senang mengetahui sahabatnya masih hidup, tapi dia hanya sendirian. Tyfani terlihat berlari ke arah Gauna dan menanyakan sesuatu namun Gauna hanya terdiam dan memalingkan wajahnya. Sebuah pukulan mengenai wajah Gauna yang dibalasnya dengan sebuah tepukan di pundak Tyfani yang terlihat sangat emosional kemudian berlalu ke arah Nagi meninggalkan Tyfani yang berdiri mematung.
Nagi mengatakan tentang kemungkinan untuk mundur setelah bantuan dari Saint Heaven datang. Rencana itu langusng ditolak mentah-mentah oleh Tyfani yang bersikeras untuk tetap maju tak ingin kematian Ryota dan yang lainnya sia-sia. Qeelua yang mencoba menenangkan Tyfani harus menerima sebuah tamparan keras di pipinya.
“NAGI MASIH DI SINI, SEMENTAR RYOTA SUDAH MATI! JANGAN BERLAGAK SEOLAH KAMU MENGERTI PERASAANKU!!” Tidak ada yang bisa Nagi lakukan untuk membantu Qeelua yang menjadi tertunduk diam mendengar kata-kata Tyfani itu. Yuna yang biasanya selalu melerai setiap pertikaian hanya terduduk diam dengan tatapan kosong, seperti tenggelam dalam bayang-bayang pemandangan saat terakhir sebelum Kuria mati. Nagi tak tahu harus bagaimana, tapi sebuah tepukan di pundak dari Gauna menyadarkannya bahwa mereka tidak bisa meninggalkan Tyfani sendirian. Dia menggenggam erat tangan Qeelua, menatapnya dengan senyuman untuk memberikan sedikit semangat dan mereka berdua pun memasuki reruntuhan kuil untuk menyusul Tyfani yang sudah pergi duluan diikuti oleh Gauna dan Yuna dari belakang.
Di dalam reruntuhan kuil, Faithful Worshiper Kajif sudah menunggu mereka. Monster penjaga berbentuk Golem batu raksasa yang nampak sangat tangguh. Pertempuran yang sangat sulit dan hari sudah menjadi malam saat mereka berhasil merobohkan golem itu. Tidak ada sorak sorai untuk merayakan kemenangan itu, hanya ratapan Yuna di dekat bangkai Robot Alfredo yang hancur saat melindungi mereka dari pukulan golem Kajif.  Dari arah tengah reruntuhan kuil bisa terdengar suara raungan Desert Dragon Zakad. Nagi melihat Gauna mengulurkan tangan membantu Yuna berdiri terbangun dari ratapannya, dan mereka berlima bersiap untuk pertempuran terakhir.
Desert Dragon Zakad, naga berukuran sangat besar sehingga nagi hanya terlihat seperti ujung kuku jarinya, berdiri di sebuah altar yang cukup luas tertahan oleh pilar segel yang mengelilingi altar membuatnya tidak bisa pergi meninggalkan tempat tersebut. Namun kebangkitannya saja sudah bisa membuat kekacauan yang sangat besar. Pertempuran yang panjand dan melelahkan, namun gelapnya malam menguntungkan mereka. Beberapa kali serangan Desert Dragon meleset karena tidak mampu melihat dengan baik. Kegelapan juga menjadi tempat persembunyian tatkala mereka merasa kewalahan menghindari searang Desert Dragon. Malam telah berganti menjadi dini hari, Desert Dragon yang sudah terluka parah menyerang membabi buta sambil mencari-cari targetnya yang bersembunyi. Di balik kegelapan, Qeelua dan Yuna tampak kelelahan, Tyfani mulai mimisan dan mengeluarkan batuk darah karena memaksakan dirinya terus menggunakan sihir, sementara Nagi tengah terkapar masih sadarkan diri namun terluka cukup parah di dekat Gauna yang terus menerus mengalirkan cakra untuk menghentikan pendarahannya. Fajar hampir tiba, mereka hampir kehabisan waktu. Saat matahari terbit maka tak ada lagi tempat untuk bersembunyi. Dengan mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa mereka melancarkan serangan penghabisan. Desert Dragon yang sudah terluka parah membuat pertahanannya terbuka lebar. Serangan demi serangan menghantam bertubi-tubi, Desert Dragon akirnya roboh. Saat Nagi melompat untuk melancarkan serangan terakhir, Desert Dragon masih sempat mengeluarkan gelombang dari mulutnya yang menghempaskan Nagi cukup jauh. Perlawanan Desert Dragon berakhir setelah bola lava yang ditembakan Tyfani masuk dan meledak di dalam mulutnya.

Nagi masih terbaring saat dia melihat tubuh Desert Dragon berubah kembali menjadi Dragon Jewel. Dia baru saja hendak berteriak kegirangan saat sebuah bola energi muncul dari kegelapan menuju ke arah Tyfani, meledak dan menghempaskan Tyfani yang sudah tidak mampu berdiri menabrak dinding. Nagi segera bangit dalam kekagetan dan segera berlari menuju ke arah Tyfani, namun langkahnya terhenti saat dua bayangan hitam muncul dari kegelapan, menghantam Qeelua dan Yuna hingga mereka terpelanting menabrak dinding. Kakinya menjadi lemas seketika melihat tubuh Qeelua tergeletak tidak bergerak dengan darah mengucur dari luka yang disebabkan serangan dari bayangan tersebut. Nagi mengenali serangan itu, dia sudah sering melihatnya saat menjalankan misi bersama sahabatnya Gauna.
“Kke..kenapa kamu melakukan ini??” Suara Nagi bergetar penuh rasa tidak percaya. Gauna berjalan dan mengambil Desert Dragon Jewel, lalu menatapnya sambil mengeluarkan senyum menyeramkan.
“Terima kasih untuk usaha kalian, aku bisa mendapatkan Dragon Jewel ini! Sekarang, saatnya kamu bergabung dengan teman-temanmu! HAHAHAHA!” Gauna menerjang sambil mengeluarkan tawa jahatnya. Nagi yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi tidak siap untuk bertarung, harus menerima pukulan bertubi-tubi. Nagi jatuh terbaring dengan luka yang cukup parah namun dia segera bangkit berdiri dengan tetap menggenggam erat pedang besar di tangannya. Air mata mengalir tak terbendung dari tatapan matanya yang kosong. Wajahnya dipenuhi ekspresi keterkejutan, tidak percaya kalau Qeelua sudah mati, tidak percaya kalau sahabatnya yang membunuh Qeelua. Darah mengalir deras saat tikaman Dagger menembur perut Nagi. Gauna yang menyatakan kemenang langsung berbalik tidak menyadari Nagi yang masih berdiri karena pengaruh Life Saver. Dengan sebuah teriakan keras, Nagi menghunuskan pedangnya bersiap menghujam sahabatnya yang terkejut dan tidak siap menghadapi serangan tersebut.
**
IV. SELAMAT TINGGAL SAHABAT
Susasana gelap gulita saat aku membuka mata, lebih seperti kegelapan saat dini hari menjelang fajar. Aku mencoba merasakan seluruh tubuhku dan berusaha berdiri. Kugunakan Chakara of Miracle untuk menyembuhkan luka di sekujur tubuhku, sepertinya tidak ada yang serius. Aku bertanya-tanya berapa lama aku tidak sadarkan diri. Hal terakhir aku ingat saat Storm Ruler Zul menghujani kami dengan misile energy, mungkin aku terkena salah satunya. Entahlah, yang jelas aku selamat dan lebih penting lagi untuk memastikan keadaan yang lain. Suara menggelegar bisa terdengar di kejauhan dan kilatan cahaya terlihat dari arah reruntuhan Kuil tempat Desert Dragon, sepertinya sedang terjadi pertempuran. Aku segera berlari menuju ke sana tapi belum jauh melangkah aku jatuh tersungkur karena kakiku tersandung sesuatu.
“Rry..rRyota?!” Wajahku dipenuhi ekspresi kengerian saat melihat mayat Ryota dihadapanku. Tubuhnya dipenuhi oleh luka sayatan yang sangat rapi dengan ptongan tangan kirinya yang tergeletak cukup jauh. Pasir disekitarnya berubah warna menjadi merah oleh bercak darah, menyelimutiku dengan firasat buruk. Ini bukanlah luka akibat serangan Strom Ruler Zuul atau monster.
“Tidak mungkin!?” Aku bergegas dalam kepanikan, melangkahkan kakiku secepat yang aku bisa. Langkahku terhenti sejenak saat melihat sesosok mayat  wanita yang sepertinya sudah menjadi fosil kehijauan tergeletak di dekat jasad Canyon Guardian Abdullah. Aku berlutut sejena memberi penghormatan terakhir saat raungan keras Desert Dragon terdengar, seketika suasana menjadi sunyi dan kilatan cahaya-cahaya itu pun mereda. Sepertinya pertempuran sudah berakhir. Aku merasa sediki lega dan berlari menuju reruntuhan kuil itu, teman-teman mungkin terluka dan perlu segera disembuhkan.
Cahaya kuning keemasan mulai muncul dari arah timur saat aku mencapai altar Desert Dragon. Tidak perayaan kemenangan, hanya wajah diam Qeelua dan Yuna yang menyambutku. Mereka terbaring berdekatan dengan tubuh bersimbah darah yang masih belum membeku.
“Hai, Gauna! Lama tidak berjumpa. Apa kamu suka dengan kejutan yang sudah aku siapkan ini??”.
Seseorang memanggil dari arah berlawanan, sosok yang begitu mirip denganku. Di dekatnya tergelatak tubuh Nagi yang terhunus oleh pedang besar, sudah tidak bergerak lagi. Seketika amarahku meluap dan kupasang posisi siaga untuk bertarung.
“ILUSION!! BAGAIMANA BISA KAU...??”
“Entahlah, aku terpisah saat kau terkena ledakan itu! Mungkin energi Desert Dragon membuatku memiliki fisik nyata yang serupa dengamu! Tapi berkat itu aku bisa membalasmu karena telah membiarkan Lunaria pergi.” Ilusion pun memasang posisi bertarung setelah menyelesaikan kalimatnya. Tapi mendadak perhatian kami teralih oleh suara terbatuk Tyfani, aku sama sekali tidak menyadari keberadaannya. Darah tampak terus keluar dari dalam mulutnya saat dia mencoba berdiri. Melihat hal itu Ilusion tersenyum licik, aku menyadari niat busuknya segera berlari ke arah tyfani tapi sebuah shadow menyerangku.
“Masih hidup rupanya? Hey Gauna, bagaimana kalau aku berikan kau sedikit dorongan??”. Ilusion pun tertawa sambil mencengkram leher Tyfani yang tidak sanggup melawan.
“SHADOW SIALAN!! ENYAH KAU!!” aku berteriak frustasi oleh serangan Shadow yang terus menghalangiku mendekati Tyfani.
“Sebagai hadiah karena telah memukulku akan kuberitahu satu rahasia! Akulah yang telah menghabisi kekasih tercintamu!” Ilusion membisikan sesuatu kepada Tyfani. Dengan tawa keras penuh kegilaan dia melemparkan tubuh Tyfani ke udara. Tyfani menatap kosong kearahku sebelum Line of Darkness menyambar dan membelah tubuhnya menjadi dua.
“IILUUSIIOOOOOOOONN!!!!” Aku berteriak sejadi-jadinya, air mata mengalir keluar tanpa aku sadari. Serangan Outbreak menghabisi Shadow yang menghalangi, aku melesat cepat ke arah Ilusion, menyerangnya dengan membabi-buta. Membiarkan amarah menguasaiku adalah kesalahan fatal, Ilusion dengan mudah menghindar dan membalas seranganku yang tidak beraturan. Rantai Ilsusion menangkapku setelah serangan Line of Darkness yang gagal, menarikku berputar ke udara lalu menghujamkanku ke tanah terjatuh tepat di sebelah mayat Yuna. Sebuah mechaduck tampaknya sedang meratapi kematian tuannya. Aku mencoba bangkit saat Ilusion mendekat, tapi luka yang kudapatkan cukup parah. Dia berteriak penuh ekspresi kemenangan saat akan melakukan serangan terakhir. Tapi tiba-tiba mechaduck itu berteriak dan menerjang Ilusion, mengeluarkan sengatan listrik dan meledakan diri membuat Ilusion terpelanting. Saat dia mencoba bangun, aku sudah bersiap dengan chakar berkumpul di kedua tanganku, berteriak sejadi-jadinya dan melepaskan tembakan Ring of Energy yang meledak mengenainya. Tubuh Ilusion menghilang tanpa jejak tapi aku bisa mendengar suaranya di kepalaku.
“Kau tidak akan bisa menyingkirkanku, karena aku adalah dirimu! Kita akan bertemu lagi,,HaHaHaa...!”
Aku berlutut tertunduk lesu di hadapan mayat Yuna. Tatapan mataku kosong tidak lagi bisa mengeluarkan air mata melihat tubuh Yuna tak lagi bergerak, tak lagi bisa menunjukan keceriannya, tak lagi bisa menunjukan alat-alat anehnya. Ini semua salahku, ya benar, jika saja aku tidak ada ini tidak akan terjadi.
“Kamu terlihat sangat kacau sekarang sejak aku pergi”. Sebuah suara lembut terdengar di telingaku, suara familiar yang sudah lama aku rindukan. Sosok Lunaria muncul di hadapanku entah darimana.
“Lunaria?” Aku menatap sosok Lunaria dengan pandangan kosong. Lunari berlutut dihadapanku, membenamkan kepalaku ke dalam pelukan hangatnya.
“Aku tidak suka tatapanmu yang seperti itu, sangat menyedihkan. Aku lebih suka tatapan bingung dan kesal seperti yang biasa kamu berikan padaku”.
“Hey,, Lunaria, bolehkah aku ikut bersamamu ke sisi lain monolith? Keberadaanku di dunia hanya membawa bencana.”
“kamu tahu? Saat pertama kali kita bertemu, kamu begitu kebingungan dan terlihat sangat tertekan saat Ilusion merasuki tubuhmu. Tapi di tengah kepanikanmu, kamu selalu berusaha melakukan yang terbaik dan tidak pernah meninggalkanku. Bahkan kamu tetap mencariku walau kamu tahu aku hanya menyebabkan masalah. Saat itulah aku merasa keberadaanmu begitu istimewa, membuatku terikat denganmu lebih dari yang kualami dengan Ilusion.” Lunaria melepaskan pelukannya dan menggengam tangan kananku dengan kedua tangannya. Mataku kini beradu dengan tatapan matanya yang terasa begitu hangat. Lunaria tersenyum dan entah kenapa air mataku mulai membasahi pipiku.
“Gauna, saat kamu gagal kamu hanya harus mencoba lebih keras lagi. Aku akan terus mengawasimu.” Sosok Lunaria perlahan menjadi transparan dan melepaskan genggamannya sebelum akhirnya menghilang di antara cahaya mentari pagi yang mulai bersinar. Aku terpaku sejenak, kurasakan sesuatu berada dalam genggaman tangan kananku.
“Ini...setengah bagian dari fragment pengendali waktu.” Segera kuhapuskan air mataku. Aku kembali menatap mayat Yuna dan menutup kedua matanya sebagai penghormatan terakhir. Sebelum pergi aku mencabut pedang yang menancap di tubuh Nagi lalu membaringkan dia di dekat tubuh Qeelua.
“Nah kawan, sekarang kamu tidak perlu takut lagi waktu akan memisahkan kalian. Berbahagialah di sana dalam keabadian. Selamat tinggal sahabatku di waktu ini.” Kugenggam erat fragment di tangan kananku, cahaya keemasan muncul perlahan semakin besar. Aku melihat wajah damai Ixanagi dan Qeelua dalam tidur abadi mereka sebelum akhirnya menghilang dalam kemilau cahaya tersebut.
***
V. EPILOGUE
Sebuah Airship raksasa melayang di udara menuju Saint Heaven. Terlihat para penumpangnya yang semuanya adalah prajurit tengah larut dalam pesta merayakan kemenangan mereka. Di dalam kabin Airship yang terlihat seperti sebuah bar duduk dua orang lelaki tengah tenggelam dalam perbincangan mereka.
“Hei Gauna, setelah kita melapor pada King Cassius aku akan melanjutkan petualanganku bersama Qeelua. Aku akan menemaninya menuju Anu Arendel.”
“Yah, semoga beruntung dengan hubungan kalian.”
“Jadi, aku rasa ini saat yang tepat untuk mengucapkan selamat tinggal.”
“.........”
“Hey, ada apa dengamu?? Belakangan ini kamu sering melamun. Apakah tentang Lunaria lagi??”
“Eh? Owh, tidak ada apa-apa. Hanya memikikirkan berapa kali sudah kuucapkan selamat tinggal.”
“Haah?”

~THE END~

Belum ada Komentar untuk "[Fanfic Dragon Nest] CATATAN SEJARAH YANG HILANG"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Mungkin kamu juga suka ini