[Light Novel Indonesia]Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Chapter 8 - Charon Demam?! )

BAB VIII
Charon Demam?!

“Wakatsu..” gumam seorang wanita dari dalam kamar.

Di tengah keadaan lelapku, aku merasakan kehadiran seseorang memanggil namaku secara berulang-ulang 

“Wakatsu..” panggilnya dengan cukup keras.

Akibat suaranya yang sangat keras, aku pun terbangun. Di dalam keadaanku, perlahan aku mulai membuka mata dan beranjak masuk ke dalam pintu kamar itu.

Tenyata itu Charon! 

Charon sudah sadarkan diri!

Tak terasa hari sudah berganti menjadi pagi. Kini, satu malam yang panjang telah terlewati. Lalu dengan cepat aku beranjak mendekatinya memegang pundaknya.

“Charon!” teriakku, “akhirnya kamu sadar!” 

Aku berteriak dengan sangat kencangnya, seakan merasa puas melihat keadaannya yang telah sadar. Walaupun sebelumnya aku sangat khawatir dengan keadaannya semalam.

“Bodoh! mengapa kamu merawatku!” ucapnya dengan nada ketus.

Mendengar ucapannya membuat sebuah simpul senyum di wajahku.

“Sudah seharusnya’kan sebagai patnermu aku merawatmu?” ucapku tersenyum.

Sesaat, Charon terdiam setelah mendengar perkataanku. Tentu saja, kata-kata itu cukup menghibur di mata siapa pun. Rasanya ia mengerti tentang kata-kata itu. Setelah mendengar ucapanku yang singkat, Charon menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Lalu secara perlahan, ia mulai mencoba untuk beranjak berdiri dari tempatnya.

Ia berdiri dengan sangat tegap, seolah keadaannya sangat baik.

Tapi usaha yang dilakukannya hanyalah sia-sia. Di tengah keadaannya, ia terhuyung ketika mencoba berdiri. 

Harusnya Charon mengakuinya, keadaannya belum pulih sepenuhnya. Jadi wajar saja bila Charon kehilangan keseimbangan.Di tengah keadaan itu, dengan cepat, aku menggapai tubuhnya dan memegang pudaknya.

“Kamu tak apa-apa?” ucapku khawatir akan keadaannya.

“Lepaskan!” bentaknya.

Mendengar bentakannya yang sangat kencang, membuatku enggan dan bungkam. Seketika, aku menuruti pemintaan Charon dengan melepaskan pegangan tangan yang kuberikan di pundaknya.

Lalu perlahan Charon mencoba berjalan, berusaha menghindariku. Akan tetapi baru saja ia berjalan beberapa langkah, tubuh Charon kembali terhuyung jatuh ke depan.Di tengah keadaannya yang berbahaya itu, aku tidak tinggal diam. Kembali, aku memegang tangan kanannya dan menariknya. Berharap di dalam situasi itu aku berhasil mendapatkan tubuhnya ke dalam gengamanku dan menyelamatkannya. 

Semula hanya itu tujuanku, tapi entah mengapa hal seperti ini yang malah terjadi. Memang aku berhasil menarik tubuhnya ke arahku, namun pada saat yang bersamaan keseimbanganku hilang. Sepertinya tarikan yang kuberikan kepadanya terlalu kuat, sehingga membuat keseimbangan tubuhku ikut menghilang. Lalu akhirnya aku terpeleset jatuh ke belakang.

Aku terjatuh ke belakang dengan sangat kerasnya bersama Charon.

Namun betapa kagetnya aku ketika melihat situasi ini. Saat ini, aku  berada tepat di atas tubuh Charon. Lalu wajahnya sangat dekat sekali dengan wajah yang memerah. 

Aku terperangah menatapnya di dalam keadaan ini. Entah bisa dibilang sial atau beruntung aku tak tahu itu.Dengan posisiku yang tak kunjung bergerak, masih sama terkejutnya, bibir kami saling melekat.

Aku mendapat ciuman dari Charon, sebuah ciuman hangat yang terjadi secara kebetulan.Charon terkejut, saat mendapatkan bibirnya bersetuhan denganku. Dengan tatapan matanya yang tak percaya, ia menatapku dalam keadaan itu. Begitu juga aku, aku merasakan hal yang sama dengannya. Dengan tatapan mata yang tak percaya, aku memandangnya. 

Jadi jangan salah paham, sesungguhnya aku sama terkejutnya serta tak percaya akan hal yang terjadi saat ini. 

“Hoek! Hoek!” ucap Charon setelah berhasil menghindar dari ciuman itu. 

Rasanya banyak sekali ciuman yang terjadi dalam beberapa hari ini, menurutku. 

“Sebenarnya ini  Slice of  life apa Romance sih?”  pikirku.

Dengan ekspresinya yang berlebihan, Charon kembali memandangku. Namun kini, Ia tampak sangat kesal, geram beserta dengan amarahnya. 

“Kurang ajar!” geramnya.

“Sekarang enyahlah kau ke dalam kegelapan,” ucapnya mengancamku dengan mengacungkan pedang.

Tapi kehadiran Charon yang seperti inilah yang kuharapkan.

Keadaan yang selalu aku tunggu.

Sebab sudah tiga hari lamanya aku tak bertemu dengannya. Sekarang rasanya semua telah terobati setelah melihatnya. 

Namun keadaan charon belumlah stabil, kembali ia terjatuh ke lantai. Tapi kini lebih parah lagi, dengan mukanya yang memerah kesakitan. Melihat keadaan itu, aku lansung mendekatinya dan memegang tubuhnya. 

Aku menyentuh keningnya.

Tapi ketika menyentuh keningnya, aku sungguh terkejut. Sungguh, sungguh sangat panas, rasanya seperti sebuah air yang berada di dalam *onsen. Namun rasanya aku mengenal keadaan ini.

*Onsen = Sumber air panas yang biasanya digunakan untuk tempat pemandian umum di jepang.

“Apa mungkin dia sedang terkena demam!?”  pikirku.

Iblis demam?!

Melihat keadaannya yang sangat memprihatinkan, membuatku semakin berpikir keras. Denngan cepatnya aku berusaha mencari jawaban demi jawaban di dalam pikiranku.  

“Mungkin saja Charon sedang terkena demam.. “  pikirku.

Segala kemungkinan pasti ada.

“Tak ada yang tidak mungkin..”  menurutku.

Namun kesialan kembali muncul di hadapanku.

Di tengah keadaan itu..

Tanpa mengetuk, memanggil, atau mengucapkan sepatah kata pun..

Ibu membuka pintu dan beranjak masuk..

“Wakatsu, lekaslah bersiap! hari sudah..” ucap ibu tertahan.

Tapi entah mengapa ucapan ibu tertahan setelah berhasil melihatku. Lalu dengan tatapan amarahnya, ia menatapku dalam-dalam. 

“Eh?!” pekikku tak percaya melihat ibu yang masuk tiba-tiba.

Dengan keadaan yang tak beranjak sedikit pun dari tubuh Charon, aku memandangnya. Untuk sementara aku sedikit tenang, karena walaupun aku memegang tubuh Charon, tentunya ibu takkan bisa melihatnya.

Namun... 

Entah mengapa malah sebaliknya..

“Apa yang sedang kamu lakukan dengan wanita itu?” tanyanya menunjuk kearah charon, “siapa dia?” 

Dengan amarah yang meluap-luap ibu memandangku. Ia melihatku seakan-akan keadaan ini sangat menyakitkannya. 

“Apa?! ibu bisa melihat Charon?!”  pikirku tidak percaya.

Melihat amarah ibu yang semakin meluap, membuatku terdiam.  Seketika aku menjadi diam, kaku dan membeku di dalam keadaan itu. Aku terdiam seolah tak percaya akan nasib sial ini.

Aku membisu mendengar pertanyaannya.

“Alasan apa yang bisa kuberikan untuknya?!” pikirku.

Tetapi di tengah keadaan yang sangat mencemaskan itu, Charon terbangun. Sepertinya ucapan ibuku terlalu keras sehingga membuatnya terbangun. Seketika Charon berpaling ke arahnya dan melihatnya. 

Kemudian Charon melepaskan genggamanku dan beranjak berdiri dari keadaannya sambil berkata.. 

“Maaf, Obaa-san,” ucapnya kepada ibu, “nama saya Charon.” 

Secara perlahan, namun pasti, Charon mulai mengungkapkan perkataannya. Mengungkapkan semuanya, beserta dengan alasanku kepada ibu.

Seperti seorang Sherlock holmes yang sedang mengungkapkan sebuah kasus.

“Maafkan saya karena telah lancang berada di sini tanpa sepengetahuan anda,” ungkapnya.

“Alasan saya bisa berada di sini karena tadi malam pemuda ini membawa saya kemari karena khawatir dengan keadaan saya,” jelasnya.

“Sebab tadi malam saya tersesat dan menjadi korban penculikan orang yang tak di kenal yang membawa saya ke kota ini,” ungkapnya, “namun karena saya melawan, saya terluka cukup parah.“ 

“Tetapi untungnya pada saat kejadian itu pemuda ini menolong saya dan membawa saya kemari,” jelasnya. “Hei-hei.. apa itu tidak terlalu berlebihan?” bisikku di sampingnya.

“Sudah, diam saja,” balas Charon.

Di dalam perkataan Charon, ibu tertegun sejenak. Tertegun seakan-akan memikirkan semua perkataan Charon. Setelah mendengar pernyataan Charon, tatapannya sedikit melunak.

“Apa benar itu, Wakatsu!?” tanya ibu.

“Benar.. Sung..guh..” jawabku gugup.

Di dunia ini, hanya ibulah yang paling kutakuti. Rasanya iblis-iblis yang telah kutemui tak sebanding dengannya ketika ibu sedang marah. Lalu di tengah keadaan itu, ibu mulai mendekati Charon dan berkata..

“Malang sekali nasibmu,” ucap ibu dengan tatapan lembutnya.

“Cepat amat berubah sikapnya..”  pikirku.

Ibu memegang tangan Charon dengan sangat lembutnya. Tapi pada saat yang bersamaan, Charon kembali terhuyung. Namun ketika Charon terhuyung, ibu berhasil menangkapnya. 

Obaa-san = Bibi atau Tante.

Ibu mendekap Charon di dalam pelukannya.

Melihat keadaan Charon yang terjatuh dengan sangat tiba-tiba, membuat ibu menjadi cemas.  Lalu di tengah keheningan Charon, ibu memegang keningnya. “Badanmu panas sekali!” teriak ibu.

Seketika ibu menjadi panik ketika mengetahui keadaannya. Lalu dengan nada tingginya, ia menyuruhku.

“Wakatsu, lekas ambilkan handuk basah dan obat di lantai bawah!” perintahnya kepadaku, “ibu harus segera mengobatinya.”   

“Sungguh merepotkan..”  pikirku.

Di tengah keadaan itu, tak terasa, dua puluh menit berlalu. Akhirnya kejadian merepotkan itu berakhir, ditandai dengan ibu yang berhasil mengobati Charon. 

“Apa mungkin obat manusia berpengaruh pada iblis!?” pikirku.

“Maaf merepotkan,” ucap Charon kepada ibu.

“Tidak apa-apa.. ini tak seberapa,” ucap ibu dengan senyuman, “selebihnya tergantung usahamu untuk sembuh.” 

Mendengar perkataan ibu membuatnya tersenyum senang. Sepertinya ibu pandai menghibur seseorang yang sedang sakit, mungkin.

“Tinggalah lebih lama di sini sampai sakitmu sembuh,” ucap ibu masih dengan senyumannya.

“Tapi, tapi..” ucap Charon tergagap.

“Kamu bisa tinggal di sini lebih lama selama kamu mau,” kata ibu menyelanya.

Mendengar ucapan ibu membuat Charon enggan untuk menolaknya. Kembali, Charon tersenyum mendengar kata-kata ibu. Ia tersenyum dengan sangat hangatnya. 

Senyuman tulus tergambar di wajahnya.

 “Terima kasih banyak, Obaa-san,” ucapnya mencoba berterima kasih kepada ibu.

 “Eh, jangan panggil Obaa-san! panggil saja Okaa-san!” ucap ibu menyelanya.

 Charon tertegun memandangnya, seakan tak percaya dengan perkataan ibu. Lalu dengan sebuah simpul senyum yang terlihat senang, ia berkata..    

“Terima kasih, Okaa-san,” ucapnya dengan senyuman.

Lalu setelah itu ibu beranjak pergi dengan menutup pintu.

“Sungguh sangat merepokan,” gerutuku.

Namun di tengah keadaan lelahku, Charon mengajakku berbicara.

“Ibumu sungguh baik yah,” ujarnya.

“Memang ibu baik, tapi terkadang juga ia bisa lebih sangat menakutkan..” jawabku kepadanya. 

Seketika aku mulai membayangkan segudang teriakan Ibu yang sedang marah. 

“Menakutkan bagaimana?” tanya Charon.

“Eh, Tidak apa-apa!” jawabku kepadanya.

“Lantas, mengapa ibu bisa melihatmu?” tanyaku kepadanya.

Sejenak ia terdiam seperti enggan untuk menjawab. Namun, pada akhirnya ia bercerita..

 “Itu karena kekuatanku yang melemah..” jawab Charon pelan.

 “Melemah?” tanyaku heran.

 Ia menarik nafas sejenak, lalu mulai menjelaskan.

 “Ketika aku sedang sakit atau merasa kelelahan, kekuatanku menghilang,” ungkapnya.

 “Menyebakan hilangnya pelindung yang menutupiku, yang selama ini berfungsi untuk menghilangkan wujudku dari pandangan manusia,” jelasnya.

 “Maka dari itu sejak awal sudah kubilang, mengapa kamu merawatku,” gerutunya.

Ternyata bentakannya pertama kali bukan karena Charon tidak menyukai kebaikanku, melainkan ia khawatir dengan keadaannya yang bisa terlihat oleh ibuku.

“Apa itu alasan Charon sering menghilang?!”  pikirku.

Karena tak mau merepotkanku akan keberadaannya yang bisa terlihat?!

 Mendengar semua penjelasnnya membuatku tertegun. Perlahan aku mulai membayangkan keadaannya selama ini. Rasa kesepian karena tidak mempunyai seorang teman pada saat dia merasakan kelelahan atau kesakitan. Sepertinya aku sedikit mengerti tentang perasaan yang dirasakannya..

Perasaan yang selama ini dialaminya.

“Lain kali, kau tak perlu menghilang seperti itu dari pandanganku,” ucapku kepadanya.

Charon tersentak ketika aku mengucapkan perkataan itu. Sejenak ia melihatku dengan tatapan matanya yang terkejut. Entah apa yang salah dengan perkataanku.

 “Tetaplah di sisiku bagaimana pun keadaanmu!” tegasku kepada charon, “tak peduli kau terlihat atau tidak, tetaplah di sampingku.” 

 Charon terdiam mendengar ucapanku. Sepertinya ucapanku sedikit menyentuhnya.

“Baiklah, karena kamu abdiku yang setia aku akan memenuhinya,” jawabnya. 

“Abdi katanya?! haha!”  tawaku di dalam hati.

Sepertinya Charon masih sedikit menutupi perasaannya dalam perkataan yang diucapkannya itu. 

Tapi aku mengerti. Rasanya aku sudah sedikit paham dengan sifatnya selama beberapa hari ini. Wajar saja jika dia berkata seperti itu. Aku hanya tersenyum lebar setelah mendengar jawabannya.

“Mungkin Charon masih malu untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya..”  pikirku.

“Maaf,  jika aku selalu merepotkanmu,” ucapnya.

“Tidak apa-apa,  aku senang bisa membantumu,” kataku kepadanya.

“Karena selama ini kamu terus menyelamatkan hidupku dari bahaya, jadi sekarang aku senang sekali bisa membantumu,” jelasku kepadanya.

“Itu karena aku selalu melibatkanmu dalam sebuah pertarungan,” bantahnya, “jangan salah paham, karena aku selalu melibatkanmu ke dalam keadaan yang berbahaya, maka dari itu aku datang menyelamatkanmu.” 

“Tapi aku rasa aku telah melibatkanmu terlalu jauh dalam masalah pencarian jiwa tersesat ini..” tambahnya.

Setelah mengucapkan perkataan itu, ia memalingkan pandangannya dan terdiam. Sepertinya kata-kata yang diucapkannya itu adalah beban yang dirasakannya selama ini.

“Tidak apa-apa..” jawabku, “sungguh aku sangat senang bisa terlibat dalam masalah ini.”

Mendengar perkataanku yang lugas membuat wajahnya kembali berpaling.

“Aku belajar banyak hal, seperti rasa kepedulian.. kepedulian terhadap orang lain,” jawabku dengan senyuman, “karena itu, aku mengerti tentang dosa-dosa, dan mendapat banyak pengalaman!” 

Aku mengungkapkannya dengan lantangnya, 

senangnya, 

bahagianya. 

“Itu semua berkat dirimu, Charon! jika saja kamu tidak ada, mungkin aku sudah tersesat di dalam kegelapan!” ungkapku kepadanya. 

Pada saat itu, aku meluapkan semua perasaan yang tersimpan selama ini kepadanya.Tapi menanggapi perkataanku, ia hanya terdiam dan tersenyum mendengar perkataanku. Dengan wajahnya yang  memerah seperti tersipu malu. Sepertinya kata-kataku terdengar cukup puas untuk bantahannya.

“Panasmu belum juga menurun..” ucapku kepadanya sambil memegang keningnya.

“Bagaimana cara mengobatimu?” tanyaku.

Obat biasa takkan bereaksi kepadanya, yah begitulah kupikir. Seakan tahu dengan perbuatan bodoh ibu memberikan obat kepadanya. Itu wajar saja, karena ibu tak tahu kalau dia wanita iblis. 

“Aku hanya butuh istirahat,” jawabnya, “setelah cukup beristirahat, keadaanku akan pulih.”

“Hmm.. baiklah kalau begitu,” kataku kepadanya, ”kamu harus banyak istirahat, yah!” 

“Anggap saja kamar ini sebagai kamarmu sendiri, lalu beristirahatlah sebanyak mungkin,” ungkapku.

Setelah itu, aku mulai menjauh dari Charon dan membuka pintu kamarku.

“Aku harus segera berangkat ke sekolah, semoga kamu cepat sembuh!” ucapku mengakhiri pembicaraan.

Namun sebelum menyudahi pembicaraan itu, aku mengelus rambutnya dan sudah berkemas-kemas membawa perlengkapan sekolah yang berada di dalam kamarku.

“Hati-hati, yah!” ucap Charon sambil tersenyum.

Dengan sangat hati-hati, aku menutup pintu kamarku dengan meninggalkannya. Hanya muka merahnya saja yang bisa kulihat terakhir kali dari balik pintu.

“Apa mungkin karena demamnya sangat tinggi!?”  pikirku.

Lalu...

“Okaa-san, aku berangkat!” teriakku berpamitan dari depan pintu.

“Bagaimana keadaan Charon?!” teriak ibu dari dalam, “sudah ada perubahan?!”  

“Belum, Charon masih harus banyak beristirahat!” teriakku, “aku titip Charon yah, Okaa-san!” 

Aku segera berlari, bergegas menuju sekolah. Sebelum semuanya benar-benar terlambat.


Dark Eyes - The Beginning of Evil
Chapter 08 - END
To be continued Chapter 09 - Gadis Pembaca Warna Hati


Belum ada Komentar untuk "[Light Novel Indonesia]Dark Eyes - The Beginning of Evil ( Chapter 8 - Charon Demam?! )"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Mungkin kamu juga suka ini